Harga minyak naik sekitar satu persen pada akhir perdagangan Kamis (5/1) waktu setempat, setelah turun cukup dalam selama dua hari berturut-turut. Kenaikan harga minyak didorong dengan data AS yang menunjukkan persediaan bahan bakar lebih rendah.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari terangkat 83 sen atau 1,14%, menjadi menetap pada US$ 73,67 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret bertambah 85 sen atau 1,09%, menjadi ditutup pada US$ 78,69 per barel di London ICE Futures Exchange.
Penurunan besar dalam dua hari sebelumnya didorong oleh kekhawatiran tentang resesi global, terutama menyusul melemahnya tanda-tanda ekonomi jangka pendek pada dua konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat dan China.
Terdampak Badai Musim Dingin
Persediaan sulingan AS turun lebih besar dari yang diperkirakan karena badai musim dingin melanda Amerika Serikat pada akhir Desember, data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan pada Kamis (5/1/2023).
Stok BBM AS turun 346.000 barel pekan lalu dibandingkan dengan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 486.000 barel.
Stok sulingan, yang meliputi solar dan minyak pemanas, turun 1,4 juta barel dalam sepekan, dibandingkan ekspektasi penurunan 396.000 barel, data EIA menunjukkan.
“Dampak badai selama periode waktu itu ditampilkan secara penuh di sini,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Penurunan kumulatif kedua kontrak acuan lebih dari 9,0 persen pada Selasa (3/1/2023) dan Rabu (4/1/2023) adalah kerugian dua hari terbesar pada awal tahun sejak 1991, menurut data Refinitiv Eikon.
Penurunan juga didukung data manufaktur AS yang dirilis Rabu (4/1). Hal itu juga didukung kekhawatiran tentang gangguan ekonomi karena Covid-19 menyebar di China, yang tiba-tiba menurunkan pembatasan ketat pada perjalanan dan aktivitas.