Indienesia – Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemkominfo RI) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyelenggarakan seminar online literasi digital dengan tema “Cegah Perundungan Anak di Media Sosial”. Seminar menghadirkan antara lain Abdul Kharis Almasyhari Wakil Ketua DPR RI, Semuel Abrijani Pangerapan, Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kementerian Kominfo RI. Dosen FK UNS, Indriyati Oktavianus serta Sri Widada sebagai Ketua Tim Teknis Kabupaten Layak Anak Kabupaten Sleman, pada Rabu, (03/05/2023) melalui zoom meeting.
Seminar ini merupakan dukungan Kominfo terhadap Program Literasi Digital yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Acara Ngobrol Bareng Legislator memiliki beberapa tujuan di antaranya adalah untuk mendorong masyarakat agar mengoptimalkan pemanfaatan internet sebagai sarana edukasi dan bisnis, memberdayakan masyarakat agar dapat memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat, memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat terkait pembangunan Infrastruktur TIK yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya oleh APTIKA, mendorong dan memotivasi peran orang tua dalam pendampingan pembelajaran dimasa pandemi, serta mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua arah antara masyarakat dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya.
Abdul Kharis mengatakan bahwa sebagai orang tua sudah sepatutnya dan sepantasnya kita untuk menjaga anak-anak kita supaya tidak menjadi objek perundungan dan juga pelaku perudungan juga, baik dari orang yang seumuran ataupun dari orang yang lebih tua.
“Perundungan adalah perlakuan orang yang mestinya tidak boleh dilakukan dalam bentuk apapun, baik itu secara verbal atau fisik sekalipun. Kalau perundungan terjadi, maka harus ada klarifikasi atau minta maaf terlebih dahulu, sebelum pada akhirnya dibawa untuk ditindak ke ranah hukum,” katanya.
Selanjutnya Semuel Abrijani melalui video menjelaskan bahwa dimasa pandemi dan pesatnya teknologi telah merubah aktivitas seluruh masyarakat dalam melakukan kegiatan dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam transformasi digital Indonesia.
“Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mewujudkan masyarakat digital dimana kemampuan literasi digital masyarakat memegang peran yang sangat penting. Karena dalam upaya transformasi digital, pemerintah tidak dapat bergerak sendiri sehingga peran masyarakat sangat dibutuhkan. Sehingga Kominfo dan Siber Kreasi serta stakeholder lainnya terus berupaya mengadakan kegiatan guna mencapai tingkat literasi yang optimal,” kata Semuel.
Sementara itu Indriyati Oktaviano melihat pembullyan bisa terjadi oleh orang yang kita kenal. Pembullyan biasanya dimulai di dunia nyata dulu, baru kemudian ke ranah digital. Data menunjukkan bahwa 9 dari 10 korban bully berpikiran untuk bunuh diri.
Indriyati menyajikan data Hasil polling Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), 49% warga Indonesia menjadi sasaran perundungan di media sosial. KPAI mencatat dari 37.381 kasus pembullyan, sebanyak 2.473 pembullyan dengan media sosial.
“Beberapa tanda-tanda anak terkena bully, diantaranya orang tua tidak boleh melihat aktifitas onlinenya, menghindar apabila diajak diskusi tentang kegiatan onlinenya, aktifitas online mendadak meningkat drastis atau menurun drastic, deaktivasi akun sosial media, dan respon emosional berkaitan dengan aktifitas online. Pencegahan dimulai dari premordial, primer, sekunder, dan tersier,” katanya.
Lebih lanjut Indriyati menyampaikan bahwa mencegah bullying lebih baik dari pada mengobati.
“Cyberbullying itu seperti fenomena gunung es, hanya sedikit yang menujukkan dan mau melaporkan,” bebernya.
Adapun Sri Widada mengatakan bahwa bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat berupa kekerasan emosional, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.
“Bullying atau perundungan termasuk ke dalam kekerasan emosional. Data menunjukkan bahwa 2 dari 3 anak pernah mengalami satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya. Kebijakan dalam perlindungan anak, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak,” katanya.
Bullying paling banyak terjadi di rumah, kemudian disekolah, di lingkungan masyarakat, dan yang terakhir paling sedikit terjadi di dunia maya.
Widada juga menyampaikan beberapa cara untuk mencegah bullying terjadi pada anak, yaitu diskusi dengan anak mengenai etika berinternet, selektif sebelum mengunggah, hanya gunakan media sosial yang sesuai usia anak, ajarkan anak keamanan dalam berinternet, awasi penggunaan sosial media anak, dan batasi penggunaan teknologi.
Dengan adanya acara ini diharapkan masyarakat dapat melakukan literasi digital sebagai dukungan kepada pemerintah mewujudkan transformasi digital Indonesia.