Home » Menko PMK Rubah Wasiat Kematian Bung Karno?

Menko PMK Rubah Wasiat Kematian Bung Karno?

"Di Indonesia ini tidak ada yang sama dengan Kota Blitar. Di mana kota yang dipilih, yang diwasiatkan oleh almarhum Founding Father Indonesia, agar dimakamkan di Kota Blitar ini,"

by Indienesiana
Published: Last Updated on

Indienesia – Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Muhadjir Effendy, yang juga merupakan mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang, mengatakan bahwa, Bung Karno berwasiat ingin dimakamkan di Blitar. Muhadjir mengatakan hal itu dalam sambutannya, pada saat acara Blitar Etnic Nasional (BEN) Carnival.

Dalam statemennya itu, Muhadjir meyakini, bahwa Bung Karno tidak akan mewasiatkan untuk dimakamkan di Kota Blitar, seandainya Kota Blitar tidak mempunyai keistimewaan.

“Di Indonesia ini tidak ada yang sama dengan Kota Blitar. Di mana kota yang dipilih, yang diwasiatkan oleh almarhum Founding Father Indonesia, agar dimakamkan di Kota Blitar ini,” katanya, Sabtu (27/08/2022).

Diketahui, pada 21 Juni 1970 Presiden pertama RI itu wafat dalam usia 69 tahun. Diakhir usia senjanya dan menjalang wafatnya, sungguh tragis, orang yang sejak muda berjuang untuk kemerdekaan negaranya, meninggal dalam kesepian. Hanya tiga tahun, setelah Sidang Istimewa MPRS bulan Maret 1967 mencabut kekuasaannya sebagai Presiden. Padahal, saat itu majelis tertinggi negara ini juga yang telah mengangkatnya sebagai presiden seumur hidup pada 1963.

Sejak semakin bertambah parahnya kesehatan Bung Karno, banyak pihak mempersoalkan di manakah ia nanti akan dimakamkam. Apalagi, jauh sebelum ia meninggal, Bung Karno telah dari jauh hari mengatakan keinginannya atau semacam wasiat mengenai kematian dan pemakamannya suatu hari nanti.

Berikut ini adalah beberapa nukilan pernyataan dari Bung Karno seperti tertulis dalam buku: Sukarno an Autobiography as told to Cindy Adam, kepada penulis asal AS itu, Bung Karno menyatakan soal wasiatnya.

Dalam surat wasiatnya pada 6 Juni 1962 itu, Bung Karno mengatakan:

“Aku ingin meninggal cepat dan tenang di tempat tidur. Apabila tiba ajalku, aku ingin sekedar menutup mata dan menyerahkan diri kepada Tuhan.”

“Aku mendambakan bernaung di bawah pohon yang rindang, dikelilingi oleh alam yang indah, di samping sebuah sungai dengan udara segar dan pemandangan bagus. Aku ingin beristirahat di antara bukit yang berombak-ombak dan di tengah ketenangan”

“Dan aku ingin rumahku yang terakhir ini terletak di daerah Priangan yang sejuk, bergunung-gunung dan subur, di mana aku pertama kali bertemu dengan petani Marhaen” tambah Soekarno dalam tulisan Cindy.

“Selalu menjadi keinginanku agar peti matiku dibungkus dengan bendera Muhammadiyah. Aku tidak menghendaki gelar-gelarku semua dijejerkan di atas batu nisanku. Apabila hal itu terjadi maka rohku akan kembali ke muka bumi ini, karena aku pasti tidak akan tenang dalam keadaan itu. Maka janganlah buat monumen yang besar bagiku. Apabila aku meninggal dunia, kuburkan bapak sesuai dengan agama Islam dan di atas sebuah batu yang kecil dan sederhana ini, tulislah di sini berbaring Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.”

Selanjutnya Bung Karno juga menyatakan, “Kuperingatkan kawan-kawanku agar aku tidak dikuburkan seperti Mahatma Gandhi. Kawan baikku Nehru memperhias makam Gandhi dengan berbagai perhiasan. Itu terlampau mewah.” kata Bung Karno pada Cindy yang akhirnya ditulis dalam buku tersebut.

Baca Juga:   Megawati Berikan Kuliah Umum Soal Geopolitik Soekarno

Menurut literasi dan wasiat lainnya, yang ditulis pada 16 September 1964, oleh Bung Karno di Bogor, juga mengandung pesan serupa. Bahwa Bung Karno berwasiat ingin dimakamkan di Batutulis, Bogor.

Semua wasiatnya di atas adalah bentuk keinginan dari Bung Karno yang hanya ingin beristirahat dengan tenang dan tetap berada dalam pangkuan keindahan negara yang dicintainya, dengan kesederhanaan sebagaimana ia hadir dan berada di tengah-tengah rakyatnya.

Namun, pernyataan dari Muhadjir tersebut menjadi sesuatu hal baru yang perlu ditelusuri kembali kebenarannya. Pasalnya, tidak sesuai dengan literasi-literasi yang sudah dikatakan oleh Bung Karno.

Pesan surat wasiat yang ditulis Bung Karno pada 24 Mei 1965 lebih jelas lagi. Bung Karno menulis:

“Tempat kuburan bersama itu telah saya tentukan, yaitu di Kebun Raya Bogor dekat bekas kolam permandian yang membukit,”

Bung Karno sendiri wafat pada tanggal 21 Juni 1970 dan jenazahnya gagal dimakamkan di tempat yang seperti disebutkan di dalam surat wasiatnya.

Memang akhirnya Bung Karno dimakamkan di Blitar, berdampingan dengan makam ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Sesuai Keputusan Presiden (Kepres) RI No 44 Tahun 1970, Presiden Soeharto menetapkan tempat makam jenazah almarhum Bung Karno di Blitar. Dimana keputusan itu dianggap untuk menjauhkan pengaruh Bung Karno ditengah rakyatnya seperti saat di isolir pada waktu-waktu terakhirnya.

Lainnya Dari Indienesia

Copyright © 2023 Indienesia. All Rights Reserved.

close