Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia, lembaga pemerintah non-kementerian yang bertugas dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya, kini menjadi sorotan publik. Program BNN Indonesia Bersinar, yang seharusnya menjadi inovasi strategis dalam menghadapi bahaya narkoba, saat ini dinilai kurang efektif.
BNN Indonesia memiliki fasilitas setingkat menteri, namun sayangnya kinerjanya malah terkesan melempem dan menjauh dari LSM serta media massa sebagai bagian dari program kerjanya. Hal ini berbeda dengan kepemimpinan BNN terdahulu seperti Ahwil Lutan, Anang Iskandar, dan Budi Waseso, yang selalu melibatkan media massa sehingga masyarakat dapat merasakan kinerja BNN.
BACA JUGA: BNN Setingkat Menteri. Sudah Tahu Belum?
Namun, saat ini keberlanjutan program kegiatan yang telah dilakukan untuk menjaga integritas serta profesionalitas aparatur mulai dipertanyakan di masyarakat. Ketum Ridma Foundation mengkritisi kinerja BNN saat ini dan menyarankan agar BNN terus melakukan terobosan strategis untuk peningkatan dan pemerataan layanan publik BNN di seluruh wilayah. Organisasi semacam BNN juga diharapkan dapat mengintegrasikan atau mengkolaborasikan berbagai potensi cegah narkoba di masyarakat.
Menanggapi hal ini, Budi Jojo, penggagas Desa Cegah Narkoba hingga menerbitkan koran dinding di desa sebagai bagian edukasi bahaya narkoba, mengingatkan kunci sukses melaksanakan tugas penanganan permasalahan narkoba sangat tergantung pada kemampuan masyarakat. Ia pun mengingatkan kiprah BNN agar dirasakan masyarakat.
Perpres Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional telah menyetarakan hak keuangan dan fasilitas dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi BNN guna optimalisasi pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Untuk Direktur, Inspektur, Kepala Pusat, Kepala Biro, dan Kepala BNNP merupakan jabatan struktural eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (sebelumnya jabatan struktural eselon II.a, red); Kepala Bagian, Kepala Subdirektorat, Kepala Bidang, dan Kepala BNNK/Kota merupakan jabatan struktural eslon III.a atau Jabatan Administrator (sebelumnya jabatan struktural eselon III.a, red).
Sedangkan Kepala Subbagian, Kepala Subseksi, dan Kepala Subbidang merupakan jabatan struktural eselon IV.a atau Jabatan Pengawas (sebelumnya jabatan struktural eselon IV.a, red).
Kepala BNN sebagaimana dimaksud diberikan hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri, bunyi Pasal 62A Perpres ini. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 8 Juli 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly.
Dipertegas saja bahwa Kepala BNN pertanggungjawabannya (langsung) ke presiden. Status BNN ditingkatkan seperti BNPT yang langsung di bawah presiden. (BNN) menjadi setingkat kementerian.
Artinya, lembaga ini garis koordinasi lebih linear dengan kementerian-kementerian. Diperlukan karena sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan negara melawan kejahatan dan penyalahgunaan narkotika.
Keunggulan lain dari peningkatan BNN sejajar dengan kementerian adalah politik anggaran yang tentunya akan turut meningkat. Nah!!
Sebagai lembaga pemerintah non-kementerian yang sangat penting dalam menjaga keamanan negara, BNN Indonesia perlu melakukan pembenahan dalam program kerjanya agar dapat menjalankan tugas dan fungsi dengan lebih efektif dan efisien. Masyarakat Indonesia berharap BNN dapat lebih terbuka dan kolaboratif dengan LSM serta media massa agar masyarakat dapat merasakan kinerja dan manfaat dari program-program yang dijalankannya.